Lucu atau Nggak Lucu, Inilah Sebabnya Kenapa Banyak yang Udah Mulai Bosan Sama Raditya Dika
Dewasa ini siapa yang berani mengaku anak muda tapi tidak mengenal Raditya Dika? Cowok kelahiran 28 Desember 1984 ini tak perlu lagi diragukan sebagai salah satu sosok paling berpengaruh di jagat hiburan kawula muda dalam setidaknya satu dasawarsa terakhir, utamanya di bidang komedi. Apa yang belum ia ciptakan? Ia mempelopori tren buku jenaka bergaya diary, membangkitkan lagi stand up comedy di Indonesia, merajai vlog komedi, dan masih banyak sebagainya. Hebatnya, hampir semuanya laris manis bak kacang goreng. Yang terbaru, film Koala Kumal sudah menembus satu juta penonton.
Akan tetapi, di antara kejayaannya, tak dipungkiri juga sebagian dari kita perlahan merasakan kejenuhan dan kehilangan antusiasme terhadap karya-karyanya. Bisa jadi ini proses kebosanan yang natural (seniman atau artis hebat pun kerap akan mengalami siklus turun dan naiknya), atau memang ada stagnansi dan masalah dengan proses berkarya Bang Dika? Mari didiskusikan yuk.
Awal kemunculannya sih dahsyat, kisah kocak dari blog lalu diangkat menjadi buku
Raditya Dika menulis kisah kocak riwayatnya melalui blog. Bang Dika mengisahkan kehidupan pribadinya dengan perspektif komedi yang segar dan khas. Boleh dibilang tulisan-tulisannya keluar dari arus utama (mainstream) kala itu. Seiring dengan kesuksesan selangit dari buku perdananya, Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh, tiba-tiba berbondong-bondong terbit buku-buku sejenis. Gaya komedi diary-nya yang gemar mengolok-olok diri sendiri ditiru oleh banyak penulis. Ia menghasilkan gelombang tren gaya kepenulisan komedi yang baru di Tanah Air. Namun, rasanya tak ada satu pun penulis lain yang berhasil mendekati popularitas Bang Dika. Hormat!
Setiap bukunya diadaptasi menjadi film, tetap laris!
Film pertama Raditya Dika adalah Kambing Jantan, Sebuah Film Pelajar Bodoh. Film ini diangkat dari buku perdananya yang berjudul sama. Sutradara film ini pun tak main-main, Rudi Soedjarwo. Akting Bang Dika pun tak bisa diremehkan dalam film ini mengingat ia tak punya latar belakang seni peran. Yah, walau apresiasi terhadap filmnya jelas tak sebanding dengan bukunya, tapi oke sih. Kita masih menikmatinya kok Bang.
Kemudian Raditya Dika kembali terus menulis buku, dan selalu (masih) soal galaunya cinta khas anak muda. Hmm, perlahan-lahan udah mulai ada yang bosen nih~
Sampai saat ini, Raditya Dika sudah menelurkan 7 buah buku. Semuanya tetap berkutat dalam tema kegalauan cinta khas anak muda. Hmm, nggak tahu kenapa, Raditya Dika sulit sekali beranjak dari zona nyamannya. Kita tahu sih, fans-fans-nya Raditya Dika kebanyakan anak-anak remaja SMP-SMA, bahkan SD. Tapi apa salahnya Bang Radit mencoba beralih sejenak membuat tulisan yang sedikit lebih dewasa? Sesekalilah Bang.
Tiba-tiba, Raditya Dika dengan mengagumkan sukses mempopulerkan kembali Stand Up Comedy Indonesia. Akhirnya kita punya banyak stok pelawak-pelawak tunggal yang kocak abis, tapi materi Raditya Dika sendiri kok…
Tahun 2011, merupakan tahun meledaknya Stand Up Comedy Indonesia. Harus kita akui jasa besar Raditya Dika di sana. Dari kreativitas dan dedikasinya lah kita bisa mengenal nama-nama Ernest Prakasa, Ge Pamungkas, Dodit Mulyanto, dan lain-lain. Mereka punya materi dan gaya lawak yang bisa meraup penggemar masing-masing. Terimakasih Bang Dika! Sayangnya, materi Bang Dika ketika tampil sebagai komika sendiri tetap saja tak berkembang dari sekedar area romansa anak muda.
Beberapa waktu lalu Hipwee bikin voting komika paling lucu versi pembaca Hipwee lho, dan ternyata Bang Radit kalah jauh dari beberapa komika lain seperti Ge Pamungkas dan Dodit Mulyanto.
Hasil pol komika yang paling lucu versi pembaca hipwee seenggaknya bisa merepresentasikan apresiasi audiens pada Raditya Dika dari segi performa Stand Up Comedy. Ternyata ia tidak terlalu superior, mungkin karena lewat materi yang serupa dengan yang tertulis di karya-karya Bang Dika lainnya, cara menyampaikan komedinya kalah lucu dibanding komika lain.
Malam Minggu Miko pun (masih) soal cinta-cintaan, hm.
Tahun 2013, Raditya Dika mulai melirik Youtube sebagai medium lain untuk menyalurkan karyanya secara visual. Melalui sebuah serial yang berjudul Malam Minggu Miko, doi kembali mencoba menghibur masyarakat Indonesia. Pendekatan dan gaya tuturnya tentu berbeda karena mediumnya lain, tapi wilayah topik materinya tetap sama: galau, jomblo, dan pacaran.
Seiring dengan rasa jenuh yang beranjak melanda, banyak yang berharap Bang Dika mulai merambah wilayah konten yang lain. Atau mungkin karena memang kita aja yang bertambah usia dan nggak lagi merasa relevan dengan komedi Bang Dika?
Bisa jadi problemanya bukan di karya Raditya Dika, melainkan dari khalayak sendiri yang terus bertambah usianya, sehingga merasa kisah-kisah Bang Dika tak lagi menarik. Mereka menemukan idola-idola baru. Ini namanya regenerasi dan sejatinya wajar terjadi sih di dunia kesenimanan atau kepenulisan. Namun, beberapa artis legendaris (musisi, penulis, sastrawan, filmaker) yang hebat melahirkan karya yang sanggup menjaga penggemarnya untuk terus terkoneksi dan menggandrunginya tanpa terbatasi usia. Mungkin seharusnya dengan sejumlah perubahan, Bang Dika bisa mencapai level itu juga.
Oke, bukan bermaksud menjatuhkan atau mengabaikan kualitas seorang Raditya Dika. Bagaimanapun harus diakui peran dan sepak terjangnya tidak main-main. Tanpa karya-karyanya, jagat komedi Indonesia akan jauh berbeda hari ini. Hipwee hanya sekedar mencoba mewakili opini dari mereka yang sudah move on dari Bang Dika. Tabik!
Source : hipwee.com
0 Komentar:
Post a Comment